Semenjakmerebak pertama kali ditemukan hingga hari ini, vaksin untuk Coronavirus Disease (Covid 19) belum ditemukan. Berbagai cara tengah diambil oleh negara negara terpapar virus Covid 19 termasuk Indonesia dengan kembali mengagungkan terapi plasma konvalesen. Terapi ini disebut sebagai satu jalan alternatif untuk mengobati pasien positif Covid 19.
Sebetulnya terapi plasma konvalesen bukan merupakan hal baru, cara tersebuttelah digunakan sejak satu abad yang lalu untuk mengobati banyak penyakit, termasuk difteri. “Terapi plasma konvalesen ini merupakan terapi yang sudah cukup lama, yakni sejak tahun 1900 an." "Sehingga sudah digunakan untuk penyakit penyakit seperti difteri, SARS, MERS, dan flu burung."
"Hanya saja, masih terbatas untuk uji klinis. Demikian juga dengan Covid 19, dipakai di banyak negara namun hanya sebatas uji klinis,” ujar Dokter Spesialis Paru Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, dr Erlina Burhan dikutip dari channel YouTube BNPB, Sabtu (27/6/2020). Erlina yang masuk dalam Tim Pakar dokter Gugus Tugas Nasional juga menuturkan, sejumlah negara yang telah menggunakan terapi plasma konvalesen dengan hasil yang lumayan bagus dan cukup efektif. Namun begitu, keberhasilan terapi yang telah dilakukan di banyak negara tersebut masih terbatas pada jumlah pasien yang sedikit.
Oleh karenanya, saat ini negara Amerika Serikat (AS) sendiri tengah melakukan pengujian terapi plasma konvalesen kepada pasien dalam jumlah yang banyak. Tetapi AS masih belum merilis publikasi secara resmi terkait hal tersebut. “Misalkan di China, disana terdapat 4 studi yang dilaporkan uji klinisnya, tapi sayangnya pasiennya masih sedikit. Ada yang dilakukan kepada 5 pasien, 10 pasien, 6 pasien, dan bahkan yang di Korea hanya 2 pasien,” imbuhnya Erlina.
Terapi konvalesen di Indonesia sendiri, saat ini masih berada dalam tahap uji klinis kepada para pasien positif Covid 19 dengan gejala berat. Erlina menyebutkan bahwa beberapa rumah sakit (RS), termasuk RSUP Persahabatan telah siap dan akan segera melakukan uji coba terkait terapi ini. “Sudah banyak sebenarnya rumah sakit yang melakukan uji klinis (plasma konvalesen) ini, seperti RSPAD, RSCM, dan saat ini RS Persahabatan."
“Proposalnya sudah lulus uji etik dan telah diumumkan juga kepada pasien pasien (RS Persahabatan) kami, apabila terdapat sukarelawan yang ini mendonorkan kepada pasien pasien yang sakit." "Saat ini kami (RS Persahabatan) sudah mendapatkan beberapa orang donor. Sudah cukup dan menemui kecocokan antara darah dari pendonor dengan pasien kami sehingga akan segera kami berikan,” beber Erlina. Kendati uji klinis yang dilakukan masih terbatas pada jumlah pasien yang sedikit, Erlina menyatakan pihaknya masih belum bisa mengambil kesimpulan yang tegas terapi plasma konvalesen ini bisa digunakan sebagai pengobatan yang rutin kepada pasien positif Covid 19.
Di sisi lain, para pakar dokter dalam satuan Gugus Tugas Nasional berharap hal ini bisa menjadi alternatif penyembuhan hingga vaksin ditemukan. Erlina juga menegaskan, apabila terdapat alternatif pengobatan seperti terapi plasma konvalesen ini misalnya, berbagai pihak tentunya akan mendukung hal tersebut. Namun hal yang paling penting saat ini adalah bagaimana cara masing masing individu untuk melakukan tindakan pencegahan, karena Covid 19 ini masih belum ditemukan obatnya.
Oleh karenanya, ia juga kembali menggarisbawahi bahwa tindakan pencegahan dengan mematuhi protokol kesehatan yang ditetapkan merupakan langkah terbaik yang saat ini dapat dilakukan. “Hal yang terpenting seharusnya adalah pencegahan, jangan sampai sakit, karena penyakit ini belum ada obatnya. Semua orang melakukan bermacam macam uji klinis, tetapi yang paling penting justru dicegah jangan sampai sakit." "Seperti yang sudah biasa kita katakan, pakai masker, jaga jarak, cuci tangan, tingkatkan imunitas, sehingga yang utama adalah pencegahan,” tutupnya.