Video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) marah marah pada Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, pada 18 Juni lalu menghebohkan publik. Hal yang menarik dari video itu adalah video tersebut diunggah 10 hari setelah kejadian terjadi. Host acara Mata Najwa, Najwa Shihab lantas menanyakan kepada Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengenai maksud jeda 10 hari itu.
Pada acara Mata Najwa , Rabu (1/7/2020), Moeldoko enggan menjawab jelas alasan jeda 10 hari itu, namun dirinya mengatakan bahwa hal itu adalah strategi. Awalnya Najwa menanyakan siapa yang dimaksud oleh Jokowi tidak memiliki perasaan. "Siapa itu yang enggak punya perasaan, apa apaan ini, saya mengulang (pernyataan) Pak Jokowi, ya pak," tanya Najwa ke Moeldoko.
Moeldoko mengatakan bahwa sindiran yang dilempar oleh Jokowi itu bukan berarti hanya ditujukan kepada para menteri. "Ya begini di dalam mengelola negara ini bukan saja dari sisi presiden beserta seluruh jajarannya," ujar Moeldoko. "Karena di situ ada institusi institusi atau lembaga lembaga lain yang memiliki kontribusi atas berjalannya sebuah sistem," sambungnya.
Selanjutnya Najwa kembali menanyakan soal kemungkinan pihak yang disindir oleh Jokowi adalah instansi instansi seperti BI atau OJK. "Jadi ini bukan kabinet? Ini lembaga di luar kabinet," kata Najwa. "Ya pastinya seperti itu," jawab Moeldoko.
Moeldoko mengatakan pada rapat saat itu, instansi instansi yang disebut Najwa memang semuanya datang menghadiri rapat. Najwa lalu kembali menanyakan seputar video kemarahan Jokowi. Kali ini ia menyoroti jeda 10 hari pada video itu.
"Ini kan kejadian tanggal 18 tapi baru dipublikasikan 10 hari kemudian, itu kenapa ada jeda waktu sedemikian lama," tanya Najwa. Moeldoko langsung menjawab singkat pertanyaan Najwa. "Ah itu tidak terlalu signifikan, enggak perlu dibahas lah itu," jawabnya.
"Kenapa enggak perlu Pak?" tanya Najwa lagi. Akhirnya Moeldoko menjawab bahwa itu adalah strategi. Namun tidak jelas strategi apa yang dimaksud oleh Moeldoko.
Ia enggan membahas lebih jauh tentang hal tersebut. "Itu bagian dari strategi," ucap Moeldoko. "Strategi apa?" cecar Najwa.
"Sudah enggak usah dilanjutkan," saut Moeldoko. Najwa kemudian menyimpulkan bahwa memang ada maksud tertentu di balik jeda 10 hari dirilisnya video kemarahan Jokowi tersebut. "Berarti memang kesengajaan dirilisnya 10 hari kemudian, melihat ada situasi tertentu, kenapa dirasa publik perlu melihat kemarahan itu, kenapa kita perlu tahu Pak Jokowi marah marah pada anak buahnya," papar Najwa.
"Yang paling penting adalah bagaimana memahami substansi dari kemarahan itu," tambah Moeldoko. Najwa lalu meledek Moeldoko yang enggan menjawab langsung pertanyaan yang dilontarkan. "Pak Moel ini seperti politisi tidak mau menjawab langsung," ledek Najwa.
Di sisi lain, Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia (UI) Ibnu Hamad mengungkap makna arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang diunggah lama setelah disampaikan. Sebelumnya Jokowi menyampaikan arahan dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara pada Kamis (18/6/2020). Dalam pidato tersebut, Jokowi mengecam kinerja menterinya yang dinilai belum tanggap menghadapi pandemi Covid 19.
Meskipun begitu, pidato tersebut baru diunggah di kanal YouTube Sekretariat Presiden pada Minggu (28/6/2020). Ibnu Hamad menyimpulkan ada makna yang dapat ditarik dari fakta tersebut. "Tapi yang jadi pertanyaan secara semiotika adalah mengapa dikeluarkan sekarang padahal (disampaikan) 18 Juni? Ada apa artinya?" tanya Ibnu Hamad.
Ia menduga alasan pihak Istana memutuskan untuk merilis rekaman tersebut adalah untuk menegur kembali para menteri yang belum bekerja. "Berarti 10 hari para menteri yang ditegur itu belum bekerja. Udah, keluarin aja, begitu 'kan," ungkapnya. Hal itu disampaikan Ibnu mengingat sidang kabinet yang sifatnya internal dan tidak perlu dipublikasikan.
"Coba kalau selama 10 hari udah beres semua. Enggak dikeluarin ," kata Ibnu. Ngapain internal dikeluarkan? 'Kan udah beres," lanjutnya. Ibnu menduga Jokowi melihat masih belum ada perubahan pada kinerja para menterinya.
Maka dari itu pihak Istana mengunggah kembali video setelah lama direkam. "Berarti 10 hari yang beliau maksud, 'Kok ini enggak ada perubahan? Udah buka aja'," kata profesor tersebut. "Akhirnya 'ditelanjangi' lah itu para menteri oleh presiden melalui pidatonya di depan publik dengan cara mengeluarkan rekaman pidatonya," lanjutnya.
Menurut Ibnu, jika dalam kurun waktu 10 hari tersebut sudah ada perubahan berarti dari kinerja para menteri, Jokowi tidak akan mengunggah video rekaman itu. "Coba kalau 10 hari itu sudah selesai? Artinya ada langkah langkah extraordinary yang dikeluarkan para menterinya," papar Ibnu. "Mungkin, 'Jangan dikeluarkan, lah, menteri menteri saya sudah bekerja'. Gitu 'kan," katanya mengandaikan ucapan Jokowi.
Ibnu kemudian menyinggung kejengkelan Jokowi yang diungkapkan terang terangan di hadapan para menteri. Dalam pidatonya Jokowi bahkan membuka opsi perombakan kabinet ( reshuffle ). "Yang menarik adakah kemungkinan salah seorang pejabat kementerian yang mengundurkan diri karena teguran Bapak Presiden ini?" kata Ibnu.
"Kalau melihat teguran Bapak Presiden yang sudah sangat natural ini, kelihatannya harus ada yang mundur," tambahnya.