Pelanggan PLN yang Tagihannya Melonjak Bisa Cicil Bayar Listrik

Perusahaan Listrik Negara (PLN) memperbolehkan para pelanggannya membayar tagihan listrik secara mengangsur. Kebijakan tersebut diperuntukkan bagi nasabah yang jumlah tagihannya mendadak melonjak di atas 20 persen pada bulan Juni 2020. "Pelanggan yang mengalami kenaikan di atas 20 persen, dapat melakukan angsuran pembayaran kelebihan biaya listrik," ucap Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini dalam Rapat Dengan Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (17/6/2020). Langkah tersebut diambil oleh PLN, lanjut Zulkifli, agar pelanggan yang sedang menghadapi masa masa sulit akibat terhentinya aktivitas ekonomi karena pandemi covid 19 tidak harus menanggung beban tambahan akibat lonjakan pemakaian listrik.

"Meskipun skema ini membuat beban keuangan PLN bertambah, tetapi ini tetap kami lakukan untuk pelanggan," kata Zukifli. Zulkifli mengatakan, sebelumnya PLN menerapkan pencatatan rata rata meteran listrik tiga bulan terakhir, tetapi saat ini aktivitas pencatatan meter ke rumah rumah pelanggan kembali berjalan. "Pencatatan meter pada bulan Mei secara aktual menghasilkan kenaikan yang relatif signifikan pada sebagian pelanggan akibat pola konsumsi dan aktivitas pelanggan yang lebih banyak," kata Zulkifli.

Hal tersebut, kata Zulkifli, karena pelanggan berada di dalam rumah sepanjang hari selama kurun waktu pertengahan April sampai dengan bulan Juni. "Karena itulah terjadi perbedaan realisasi konsumsi dengan penagihan menggunakan rata rata tiga bulan, sebagian besar realisasi lebih besar daripada apa yang ditagihkan," ujar Zulkifli. Selisih tersebut, menurut Zulkifli, ditagihkan pada bulan Juni saat PLN telah melakukan pencatat riil, baik melalui petugas catat meter ataupun laporan materi pelanggan melalui aplikasi Whatsapp.

Zulkifli juga mengklaim telah melakukan penggantian meteran listrik tua atau kedaluwarsa milik pelanggan. Berdasarkan catatan PLN sejak 15 Juni 2020 telah mengganti 7,7 juta meter kedaluwarsa yang dimiliki pelanggan dari total yang akan diganti sebanyak 16 juta meter listrik. "Sementara sisanya yaitu 8,3 juta meter yang sudah kadaluwarsa, sedang dalam proses penggantian," ucap Zulkifli. Menurut Zulkifli, PLN lebih memilih melakukan penggantian meter kedaluwarsa yang sudah berumur di atas 14 tahun karena biaya penggantian meteran pelanggan hampir sama dengan melakukan penghitungan ulang meteran.

Semua meter listrik baru yang dipasang kepada pelanggan, lanjut Zulkifli, telah melalui penerapan oleh badan metereologi kemudian diberikan segel dan telah diuji akurasinya di laboratorium milik Kementerian Perdagangan (Kemendag). Dicecar Dalam rapat tersebut, Dirut PLN Zulkifli Zaini juga dicecar anggota Komisi VII DPR. Mereka mencecar terutama terkait tagihan listrik yang mendadak naik tinggi.

Zulkifli dianggap kurang membangun komunikasi yang baik dengan pelanggan terkait tagihan listrik tersebut. Anggota Komisi VII DPR Fraksi Golkar Rudy Mas'ud mengatakan, persoalan kenaikan tagihan listrik memang menjadi isu hangat di masyarakat dan PLN dinilai telah menaikkan harga tarif dasar listrik di tengah pandemi Covid 19. "Ini menunjukkan tata tertib maupun keterbukaan PLN masih sangat kurang dalam melaksanakan sosialisasi, apakah melalui media massa, media sosial dan lainnya," papar Rudy.

Rudy berharap, ke depan pihak PLN membangun komunikasi kepada masyarakat secara masif, agar para pelanggan dapat memahami secara baik terkait kenaikan tagihan tarif listrik. "Ini perlu dijadikan PLN untuk berbenah dalam komunikasinya kepada pelanggan," ucap Rudy. Hal yang sama juga diungkapkan Anggota Komisi VII DPR Fraksi PKB Ratna Juwita Sari yang menilai PLN memaksa masyarakat untuk memahami adanya kenaikan tagihan tarif listrik, karena kegiatan banyak dilakukan di rumah selama diberlakukan Pembahasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

"Seharusnya ini kan disosialisasikan secara baik oleh PLN, karena ada masyarakat yang sampai bunuh diri, merasa tidak mampu membayar tagihan listrik," papar Juwita. Juwita mengaku mendapatkan keluhan dari masyarakat yang merasa dirugikan PLN, karena tagihan tarif listriknya tidak masuk akal. "Ada kantor kosong dari tahun lalu, tapi tagihannya naik dari sebelumnya. PLN ini harus memposisikan bahwa butuh masyarakat, dan perlu melayani masyarakat secara baik," tutur Juwita.

Anggota Komisi VII DPR Fraksi PDI Perjuangan Paramita Widya Kusuma menilai alasan PT PLN (Persero) soal kenaikan tagihan tarif listrik yang dialami masyarakat, tidak masuk akal. "Alasan PLN misalnya pencatat meter tidak ke lapangan karena melindungi pelanggan dari terpapar corona. Memang perugas langsung bertatap muka dengan pelanggan? Kan tidak, mereka hanya menghadapi mesinnya saja," ujar Paramita. Menurut Paramita, alasan PLN yang lainnya yaitu karena masyarakat banyak berkegiatan di rumah, seiring adanya imbauan bekerja dari rumah atau work from home (WFH).

"Di daerah pemilihan saya, SMP 1 Bumiayu, Brebes, bulan ini tagihan listriknya Rp 7 juta dan biasanya Rp 2,5 juta, padahal kita tahu semua sekolah diliburkan sejak beberapa bulan terakhir," papar Paramita. Begitu juga tagihan di masyarakat yang mengalami peningkatan, di mana alasan PLN karena akumulasi dari bulan sebelumnya yang belum terbayar oleh pelanggan. "Jadi saya melihat ini, alasan yang dibuat buat saja dan alasan itu sangat lucu sekali. Ada yang bilang kenaikan listrik karena WFH, ada yang bilang nonton drama Korea, dan sebagainya, tapi menurut saya tidak masuk akal," papar Paramita.

Selain itu, Paramita juga mengingatkan PLN untuk menggunakan bahasa yang sopan kepada pelanggan terkait tagihan pembayaran listrik. "PLN selalu menakuti pelanggan, saya sering mendapatkan surat, misalnya PLN mengingatkan misalnya tanggal sekian, bulan sekian tidak bayar, maka akan dicabut," ujarnya. "Saya mohon direktur PLN yang terhormat, mungkin bisa memberikan informasi ke pelanggan bahasanya diperhalus, jangan tidak sopan," sambun Paramita. Selain soal tagihan listrik pelanggan yang mendadak membengkak, Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI juga menyoroti laporan kinerja keuangan kuartal 1 2020 PT Perusahaan Listrik Nasional (PLN).

Dalam laporan kinerja ini, Anggota Komisi VII DPR mempertanyakan adanya kerugian yang dialami PLN yang mencapai Rp 38,8 triliun. Menanggapi hal tersebut Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), Zulkifli Zaini, menjelaskan secara terbuka kenapa perusahaan mengalami kerugian yang cukup besar. Ia membeberkan, salah satu faktor yang membuat perusahaan merugi karena nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing melemah pada saat itu.

"Kami sampaikan pada akhir Maret 2020 tejadi pelemahan nilai tukar rupiah melemah, akibat sentimen negatif dan banyak hal lain," ucap Zulkifli. Menurut Zulkifli, nilai tukar rupiah pada saat itu Maret 2020 menyentuh level Rp 16.367 per dolar Amerika Serikat (AS). "Kemudian hal ini membuat adanya kerugian yang bersifat accounting akibat adanya selisih kurs, dan ini masuk dalam cacatan kami," kata Zulkifli. Meski mengalami kerugian, lanjut Zulkifli, kinerja keuangan PLN masih terbilang cukup baik karena mampu membukukan pendapatan Rp 72,7 triliun.

"Pada kinerja pendapatan sebelumnya yaitu tahun 2019, PLN hanya membukukan pendapatan Rp 68,91 triliun," kata Zulkifli.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *